Tuesday 18 August 2015

Kota Tua Pasar Gadang










Kota tua merupakan saksi sejarah kota Padang, dibalik arsitektur bangunannya yang mengagumkan menyimpan Misteri akan peristiwa sejarah di masa lampau. Inilah selintas mengenai kota tua di Padang. Saya akan menuliskannya dalam beberapa postingan berseri.


Kota Padang adalah salah satu Kota tertua di pantai barat Sumatera di Lautan Hindia. Menurut sumber sejarah pada awalnya (sebelum abad ke-17) Kota Padang dihuni oleh para nelayan, petani garam dan pedagang. Ketika itu Padang belum begitu penting karena arus perdagangan orang Minang mengarah ke pantai timur melalui sungai-sungai besar. Namun sejak Selat Malaka tidak lagi aman dari persaingan dagang yang keras oleh bangsa asing serta banyaknya peperangan dan pembajakan, maka arus perdagangan berpindah ke pantai barat Pulau Sumatera.


Suku Aceh adalah kelompok pertama yang datang setelah Malaka ditaklukkan oleh Portugis pada akhir abad ke XVI. Sejak saat itu Pantai Tiku, Pariaman dan Inderapura yang dikuasai oleh raja-raja muda wakil Pagaruyung berubah menjadi pelabuhan-pelabuhan penting karena posisinya dekat dengan sumber-sumber komoditi seperti lada, cengkeh, pala dan emas.


Kemudian Belanda datang mengincar Padang karena muaranya yang bagus dan cukup besar serta udaranya yang nyaman dan berhasil menguasainya pada Tahun 1660 melalui perjanjian dengan raja-raja muda wakil dari Pagaruyung. Tahun 1667 Belanda membangun gudang-gudang untuk menumpuk barang sebelum dikapalkan melalui pelabuhan Muara Padang yang berada di muara Batang (sungai) Arau. Kawasan inilah yang merupakan kawasan awal Kota Tua Padang. Batang Arau yang berhulu sekitar 25 kilometer ke pegunungan Bukit Barisan merupakan salah satu dari lima sungai di Padang. Sungai ini sangat penting karena posisinya sangat strategis dibanding Batang Kuranji, Batang Tarung, Batang Tandis dan Batang Lagan. Status sebagai pusat perniagaan kemudian memacu pertumbuhan fisik kota dan semakin berkembang pasca terbangunnya pelabuhan Emma Haven yang sekarang disebut sebagai Teluk Bayur pada abad ke 19.


Menurut masyarakat setempat, kawasan kota ini dahulunya merupakan bagian dari kawasan rantau yang didirikan oleh para perantau Minangkabau dari dataran tinggi (darek). Tempat pemukiman pertama adalah perkampungan di pinggiran selatan Batang Arau di tempat yang sekarang bernama Seberang Padang.Seperti kawasan rantau Minangkabau lainnya, pada awalnya kawasan daerah pesisir pantai barat Sumatera berada di bawah pengaruh kerajaan Pagaruyung. Namun pada awal abad ke-17 kawasan ini telah menjadi bagian dari kedaulatan kesultanan Aceh.

Sungai Batang Arau di Padang, Sumatera Barat, mengalir di kawasan Kota Lama Padang. Kawasan inilah yang menjadi pusat niaga Kota Padang ketika Belanda masih bercokol di Sumatra Barat. Maka kawasan ini menjadi salah satu tujuan yang menarik bagi pendatang, selain melihat berbagai bangunan tua bergaya kolonial, campuran Tionghoa, bahkan perpaduan India Keling, juga menikmati pemandangan sekitar kota Padang.


Pertama kali menyusuri kota tua di Padang, saya memulai dari jl. Pasar Gadang, Kawasan inilah yang merupakan kawasan awal Kota Tua Padang. Konon katanya Belanda membangun gudang-gudang untuk menumpuk barang sebelum dikapalkan melalui pelabuhan Muara Padang yang berada di muara Batang Arau. Batang Arau yang berhulu sekitar 25 kilometer ke pegunungan Bukit Barisan merupakan salah satu dari lima sungai di Padang. Sungai ini sangat penting karena posisinya sangat strategis dibanding Batang Kuranji, Batang Tarung, Batang Tandis dan Batang Lagan. Status sebagai pusat perniagaan kemudian memacu pertumbuhan fisik kota dan semakin berkembang pasca terbangunnya pelabuhan Emma Haven yang sekarang disebut sebagai Teluk Bayur pada abad ke 19. Kota ini lebih melesat lagi setelah ditemukannya tambang batubara di Umbilin, Sawah Lunto/Sijunjung, oleh peneliti Belanda, De Greve. Namun sentra perdagangan tetap di Muaro.


Saat menyusuri pasar lama di jl. Pasar Gadang saya tertarik dengan salah satu bangunan yang bertuliskan 5 – 2 – 1918 kemungkinan besar gedung ini dibuat pada tanggal 2 Mei tahun 1918, kalau di lihat dari bentuk bangunannya dan tahun pembuatannya gedung tersebut dibuat pada zaman pemerintahan Belanda.


Sangat disayangkan, kawasan yang dahulunya pernah ramai dan menjadi cikal-bakal kota Padang ini, kurang terawat. Sepanjang Muaro, Pasar Gadang, Pasar Mudik dan Pasar Batipuh saat ini hanya difungsikan sebagai gudang saja. Nilai estetikanya kurang diperhatikan sebagian gedung-gedung tersebut dibiarkan begitu saja menghitam karena timbunan lumut. Muaro masa kini memang masih menjadi daerah perniagaan tetapi tidak seramai jaman dahulu.


Diujung jl. Pasar Padang saya menemukan bangunan yang tampak masih baru, tetapi sudah berubah bentuk dari bentuk aslinya, menurut saya ini sangat disayangkan sekali karena nilai history dari bangunan tersebut sudah hilang.


Selain bangunan di daerah Pondok, ada bangunan lama lainnya, antara lain Pasar Batipuh yang dahulunya merupakan tempat transaksi dagang pada zaman penjajahan Belanda, ada juga Museum Bank Indonesia yang dahulunya merupakan bekas De Javasche Bank.

No comments:

Post a Comment