Tuesday 18 August 2015

Pelabuhan Teluk Bayur



Anda tentu pernah mendengar lagu lama yang dinyanyikan Erni Johan yang liriknya menceritakan tentang menunggu kekasih hati di Pelabuhan Teluk Bayur. Teluk Bayur selain sebagai pelabuhan yang terbesar dengan aktifitas terpadat di Sumatera ternyata memiliki sejarah yang panjang karena telah dibangun pada tahun 1800-an. Selain berperan penting dalam perkembangan perekonomian tanah air terutama di Pulau Sumatera karena pelabuhan ini berfungsi sebagai lalu lintas keluar masuknya barang ekspor dan impor, Teluk Bayur juga populer sebagai obyek wisata karena pemandangan pantainya yang sangat indah.

Sejarah pelabuhan Teluk Bayur

Pelabuhan tersebut dibangun pada tahun 1888 oleh pemerintah Belanda dan diberi nama Emmahaven dengan arsitek Ir. J.P.Yzerman. Nama itu diambil sesuai dengan nama seorang ratu di Belanda, yaitu Ratu Emma. Pembangunan pelabuhan ini menyimpan cerita sedih karena tenaga kerja yang dipekerjakan untuk membangun pelabuhan adalah para pribumi tahanan Belanda yang masa tahanannya lebih dari 5 tahunPara tenaga kerja paksa ini bekerja sambil memakai rantai di kedua kaki dan tangannya untuk mencegah agar para tahanan ini tidak kabur. Banyak nyawa yang melayang setiap harinya karena beratnya pekerjaan mereka namun tidak diimbangi dengan pemberian makanan yang cukup. Pada tahun 1995 Pelabuhan Teluk Bayur selesai dibangun dan memiliki peranan penting dalam kegiatan perdagangan internasional Pemerintah Belanda. Tetapi lama-kelamaan pelabuhan tersebut kalah bersaing dengan Pelabuhan Batavia di Pulau Jawa karena letaknya lebih strategis.Lokasi wisata di tempat ini menawarkan pemandangan pantai yang sangat indah pada pagi atau siang hari, dan memperlihatkan panorama khas matahari tenggelam pada senja hari. Pada siang hari kita akan tersihir dengan keindahan birunya lautan yang dihiasi taburan anekan kapal yang hilir mudik di perairan. Langit cerah dan angin laut yang sepoi-sepoi adalah kombinasi yang sesuai bagi Anda yang ingin berjalan-jalan di sekitar pelabuhan sambil melihat-lihat pemukiman masyarakat nelayan. Sedangkan pada sore hari, sinar matahari yang merah keemasan menjelang tenggelam ditambah kerlap-kerlip lampu kapal besar dan kecil yang berlayar di sekitar Pelabuhan Teluk Bayur akan mempertontonkan pemandangan indah dan suasana romantis sehingga cocok dinikmati bersama pasangan atau keluarga.

Kota Tua Pasar Gadang










Kota tua merupakan saksi sejarah kota Padang, dibalik arsitektur bangunannya yang mengagumkan menyimpan Misteri akan peristiwa sejarah di masa lampau. Inilah selintas mengenai kota tua di Padang. Saya akan menuliskannya dalam beberapa postingan berseri.


Kota Padang adalah salah satu Kota tertua di pantai barat Sumatera di Lautan Hindia. Menurut sumber sejarah pada awalnya (sebelum abad ke-17) Kota Padang dihuni oleh para nelayan, petani garam dan pedagang. Ketika itu Padang belum begitu penting karena arus perdagangan orang Minang mengarah ke pantai timur melalui sungai-sungai besar. Namun sejak Selat Malaka tidak lagi aman dari persaingan dagang yang keras oleh bangsa asing serta banyaknya peperangan dan pembajakan, maka arus perdagangan berpindah ke pantai barat Pulau Sumatera.


Suku Aceh adalah kelompok pertama yang datang setelah Malaka ditaklukkan oleh Portugis pada akhir abad ke XVI. Sejak saat itu Pantai Tiku, Pariaman dan Inderapura yang dikuasai oleh raja-raja muda wakil Pagaruyung berubah menjadi pelabuhan-pelabuhan penting karena posisinya dekat dengan sumber-sumber komoditi seperti lada, cengkeh, pala dan emas.


Kemudian Belanda datang mengincar Padang karena muaranya yang bagus dan cukup besar serta udaranya yang nyaman dan berhasil menguasainya pada Tahun 1660 melalui perjanjian dengan raja-raja muda wakil dari Pagaruyung. Tahun 1667 Belanda membangun gudang-gudang untuk menumpuk barang sebelum dikapalkan melalui pelabuhan Muara Padang yang berada di muara Batang (sungai) Arau. Kawasan inilah yang merupakan kawasan awal Kota Tua Padang. Batang Arau yang berhulu sekitar 25 kilometer ke pegunungan Bukit Barisan merupakan salah satu dari lima sungai di Padang. Sungai ini sangat penting karena posisinya sangat strategis dibanding Batang Kuranji, Batang Tarung, Batang Tandis dan Batang Lagan. Status sebagai pusat perniagaan kemudian memacu pertumbuhan fisik kota dan semakin berkembang pasca terbangunnya pelabuhan Emma Haven yang sekarang disebut sebagai Teluk Bayur pada abad ke 19.


Menurut masyarakat setempat, kawasan kota ini dahulunya merupakan bagian dari kawasan rantau yang didirikan oleh para perantau Minangkabau dari dataran tinggi (darek). Tempat pemukiman pertama adalah perkampungan di pinggiran selatan Batang Arau di tempat yang sekarang bernama Seberang Padang.Seperti kawasan rantau Minangkabau lainnya, pada awalnya kawasan daerah pesisir pantai barat Sumatera berada di bawah pengaruh kerajaan Pagaruyung. Namun pada awal abad ke-17 kawasan ini telah menjadi bagian dari kedaulatan kesultanan Aceh.

Sungai Batang Arau di Padang, Sumatera Barat, mengalir di kawasan Kota Lama Padang. Kawasan inilah yang menjadi pusat niaga Kota Padang ketika Belanda masih bercokol di Sumatra Barat. Maka kawasan ini menjadi salah satu tujuan yang menarik bagi pendatang, selain melihat berbagai bangunan tua bergaya kolonial, campuran Tionghoa, bahkan perpaduan India Keling, juga menikmati pemandangan sekitar kota Padang.


Pertama kali menyusuri kota tua di Padang, saya memulai dari jl. Pasar Gadang, Kawasan inilah yang merupakan kawasan awal Kota Tua Padang. Konon katanya Belanda membangun gudang-gudang untuk menumpuk barang sebelum dikapalkan melalui pelabuhan Muara Padang yang berada di muara Batang Arau. Batang Arau yang berhulu sekitar 25 kilometer ke pegunungan Bukit Barisan merupakan salah satu dari lima sungai di Padang. Sungai ini sangat penting karena posisinya sangat strategis dibanding Batang Kuranji, Batang Tarung, Batang Tandis dan Batang Lagan. Status sebagai pusat perniagaan kemudian memacu pertumbuhan fisik kota dan semakin berkembang pasca terbangunnya pelabuhan Emma Haven yang sekarang disebut sebagai Teluk Bayur pada abad ke 19. Kota ini lebih melesat lagi setelah ditemukannya tambang batubara di Umbilin, Sawah Lunto/Sijunjung, oleh peneliti Belanda, De Greve. Namun sentra perdagangan tetap di Muaro.


Saat menyusuri pasar lama di jl. Pasar Gadang saya tertarik dengan salah satu bangunan yang bertuliskan 5 – 2 – 1918 kemungkinan besar gedung ini dibuat pada tanggal 2 Mei tahun 1918, kalau di lihat dari bentuk bangunannya dan tahun pembuatannya gedung tersebut dibuat pada zaman pemerintahan Belanda.


Sangat disayangkan, kawasan yang dahulunya pernah ramai dan menjadi cikal-bakal kota Padang ini, kurang terawat. Sepanjang Muaro, Pasar Gadang, Pasar Mudik dan Pasar Batipuh saat ini hanya difungsikan sebagai gudang saja. Nilai estetikanya kurang diperhatikan sebagian gedung-gedung tersebut dibiarkan begitu saja menghitam karena timbunan lumut. Muaro masa kini memang masih menjadi daerah perniagaan tetapi tidak seramai jaman dahulu.


Diujung jl. Pasar Padang saya menemukan bangunan yang tampak masih baru, tetapi sudah berubah bentuk dari bentuk aslinya, menurut saya ini sangat disayangkan sekali karena nilai history dari bangunan tersebut sudah hilang.


Selain bangunan di daerah Pondok, ada bangunan lama lainnya, antara lain Pasar Batipuh yang dahulunya merupakan tempat transaksi dagang pada zaman penjajahan Belanda, ada juga Museum Bank Indonesia yang dahulunya merupakan bekas De Javasche Bank.

Batang Arau


Pantai Aie Manih (Pantai Air Manis)


Pantai Air Manis menjadi lokasi wisata favorit yang ada di Kota Padang. Akses menuju kawasan wisata Pantai Air Manis dengan melewati sebuah bukit, jika akan ke Pantai Air Manis kita dihadapkan dengan tanjakan yang dibilang agak tinggi dan curam, kemudian sebelah kiri kita bisa melihat pemandangan Kota Padang dan pabrik Semen Padang, dengan tikungan yang agak tajam dan di samping kiri kanan masih ditumbuhi rumput liar, sehingga agak menyusahkan para sopir, dan juga ukuran jalannya yang sempit hingga muat untuk satu mobil saja. Pantai Air Manis yang terletak di Kecamatan Padang Selatan tersebut, bisa ditempuh dengan perjalanan darat sekitar 30 menit dari pusat kota. Pantai Air Manis berkaitan erat dengan legenda Malin Kundang di Sumatera Barat. Malin Kundang adalah karakter dalam dongeng yang berubah menjadi batu, bersama-sama dengan kapalnya, setelah durhaka kepada ibunya. Di tepi Pantai Air Manis, terdapat batu Malin Kundang dan beberapa perlengkapan kapalnya, yang juga berubah menjadi batu. Berdasarkan cerita, Malin Kundang dikutuk oleh ibunya karena menolak untuk mengakui ibunya setelah bepergian ke daerah lain dan menjadi kaya. Pantai Air Manis adalah tempat wisata favorit bagi wisatawan lokal dan asing karena memiliki gelombang yang rendah dan pemandangan indah Gunung Padang. Ada juga sebuah pulau kecil bernama Pisang Kecil. Dari pagi hingga sore, Anda bisa berjalan kaki ke pulau yang memiliki luas satu hektar ini melalui air dangkal. Di sore hari, air pasang mulai naik dan Anda harus menggunakan perahu untuk kembali. Di sebelah kanannya, ada pulau lain yang disebut Pisang Besar. Penduduk lokal di pulau ini sebagian besar petani dan nelayan

Jembatan Siti Nurbaya & Objek Wisata Gunung Padang



Berkunjung ke kota Padang maka belum lengkap rasanya jika belum menikmati keindahan jembatan siti nurbaya. Jembatan dengan panjang kurang lebih 60 meter yang menghubungkan kota tua Padang dengan Taman Siti Nurbaya ini merupakan jembatan ikonik yang namanya diambil dari cerita terkenal Siti Nurbaya. Membentang gagah sejauh 260 meter, jembatan ini menjanjikan panorama yang memukau ketika senja mulai datang. Jembatan ini menawarkan pemandangan yang memukau mata dengan pijar mercuri, lampu-lampu kapal yang ditambah dengan angin pantai yang memberikan suasana romantic bagi setiap pengunjungnya ketika berada di tempat wisata di padang ini.

Tak jauh dari jembatan siti nurbaya kita akan menemukan objek wisata gunung padang, dengan pesona alam yang lalu biasa aplagi di sana ada kuburan siti nurbaya dan taman wisata siti nurbaya yang mengambarkan pesona pantai padang di pimggir laut


Objek Wisata Gunung Padang




Pemadangan Pantai Padang dari Taman Siti Nurbaya

Jembatan Siti Nurbaya



Berkunjung ke kota Padang maka belum lengkap rasanya jika belum menikmati keindahan jembatan siti nurbaya. Jembatan dengan panjang kurang lebih 60 meter yang menghubungkan kota tua Padang dengan Taman Siti Nurbaya ini merupakan jembatan ikonik yang namanya diambil dari cerita terkenal Siti Nurbaya. Membentang gagah sejauh 260 meter, jembatan ini menjanjikan panorama yang memukau ketika senja mulai datang. Jembatan ini menawarkan pemandangan yang memukau mata dengan pijar mercuri, lampu-lampu kapal yang ditambah dengan angin pantai yang memberikan suasana romantic bagi setiap pengunjungnya ketika berada di tempat wisata di padang ini.

Tak jauh dari jembatan siti nurbaya kita akan menemukan objek wisata gunung padang, dengan pesona alam yang lalu biasa aplagi di sana ada kuburan siti nurbaya dan taman wisata siti nurbaya yang mengambarkan pesona pantai padang di pimggir laut


Objek Wisata Gunung Padang




Pemadangan Pantai Padang dari Taman Siti Nurbaya

Festifal Ramadhan 2